Hello

Hello! Comments Pictures

2 June 2014

Album Coldplay

Ketika mendengarkan nomor pembuka, “Always in My Head”, yang musiknya mendayu-dayu dengan lirik soal seseorang yang belum bisa move on, saya sempat skeptis. Apakah isi album Ghost Stories milik grup musik asal Inggris ini akan seperti lagu itu semua?

Dalam hal lirik lagu, sebagian besar lagu-lagu yang ada dalam album yang diproduseri Coldplay, Paul Epworth, Daniel Green, dan Rik Simpson ini memang mengusung kata-kata yang penuh kesenduan, bahkan cenderung agak mengibakan.

Dari satu lagu ke lagu lain, saya seperti mendengarkan secara lengkap curhat seseorang yang baru saja patah hati. Mulai dari tahap masih belum bisa move on atau berpaling ke lain hati dan tetap berharap kehadiran kembali sang kekasih hingga pada titik di mana perpisahaan itu sudah mulai bisa diterima sebagai kenyataan. Kalau sudah begitu, sulit untuk tidak mengaitkannya dengan Chris Martin, sang vokalis, dan status pernikahannya yang berakhir beberapa bulan lalu.

Sebenarnya, mengusung tembang bersuasana muram dan galau bukan hal baru bagi Guy Berryman (pemain bas), Jonny Buckland (gitaris), Will Champion (drumer), Chris Martin (vokalis), dan Phil Harvey (manajer). Namun kali ini rasanya kadarnya lebih kental. Coba deh perhatikan lirik dari lagu-lagu macam “Magic”, “True Love”, “Another’s Arms”, “Oceans”, dan “O”. Bahkan “Ink” yang iramanya cukup dinamis pun demikian.

Saya sampai menduga, jangan-jangan gambar sampul album karya Mila Fürstová itu sebenarnya bukanlah sayap, melainkan bentuk hati yang terbelah menjadi dua.

Di sini lain, meskipun kegalauan menyelimuti album ini sangat erat, namun Coldplay tetap mencoba bereksperimen dengan musik mereka. Kali ini ada sejumlah terobosan yang mungkin bisa membuat sebagian orang merasa pangling.

Misalnya, pada lagu “Magic” yang menjadi salah satu lagu andalan. Tidak seperti pada hits mereka sebelumnya, musiknya terdengar minimalis dengan ketukan drum dan petikan bas yang mendominasi. Meskipun demikian, tetap saja terdengar menarik, apalagi ketika berpadu dengan suaranya Chris. 

Lagu lain yang patut mendapat perhatian adalah “Ink”. Iramanya yang sederhana tapi cukup dinamis mempunyai daya tarik tersendiri bagi kuping yang menikmatinya.

Di album ini, Coldplay juga menggandeng beberapa nama kondang pengusung musik elektronik untuk berkolaborasi. Salah satunya adalah Tim Bergling alias Avicii yang diajak menggarap “A Sky Full of Stars”. Pengaruh musik house dan elektronik dari sang DJ kondang asal Swedia itu hadir mengiringi vokal Chris hampir sepanjang lagu, tapi intronya mengingatkan saya pada “Every Teardrop Is a Waterfall” dari album Mylo Xyloto. Perpaduan yang cukup menarik.

Sementara untuk lagu “Midnight”, Coldplay bekerja sama dengan Jon Hopkins, seorang pengusung musik elektronik dan house yang juga dari Inggris. Di sini, suara Chris terdengar berbeda. Ternyata itu karena efek dari vokoder yang biasa dipakai para musisi pengusung musik elektronik. Teknik serupa juga diterapkan pada beberapa lagu lain di album ini.

Bentuk kolaborasi lain bisa ditemui pada lagu “Another’s Arms”. Di lagu ini, Coldplay memasukkan unsur vokal dari lagu “Silver Chord” milik Jane Weaver sehingga membuatnya jadi agak dramatis.

Oh ya, ada hal yang unik seputar lagu “O”. Oleh peranti pemutar, lagu yang terdapat pada urutan terakhir ini terbaca berdurasi 7 menit dan 46 detik. Anehnya, ketika baru memasuki menit ke 03:49, lagunya sudah selesai. Tidak terdengar suara apa pun. Tapi, cobalah bersabar menunggu sekitar dua menit dalam keheningan. Karena pada menit ke 06:14 akan muncul lagi musik yang disertai nyanyian hasil olahan perangkat vokoder. Sesuai informasi di buklet, sepertinya nyanyian itu adalah suara milik Apple Martin dan Moses Martin. Keduanya adalah anak dari Chris Martin dan Gwyneth Paltrow.

Belakangan saya baru menyadari bahwa ternyata sebagian dari trek bonus itu menjadi intro “Always in My Head”, lagu pertama di album ini. Unik. Apakah ini semacam easter egg ala Coldplay?


Di luar semua itu, meskipun bukanlah merupakan album terbaik dari Coldplay, namun album ini cukup memuaskan. Silakan dikoleksi, tapi sebaiknya hindari mendengarkannya secara serius pada saat baru saja patah hati.





Sumber : https://id.celebrity.yahoo.com/blogs/benny-chandra/album-coldplay-edisi-curhat-sang-vokalis-081217540.html