Masyarakat Lombok
Sekilas informasi singkat tentang Pulau Lombok.
Pulau Lombok memiliki lokasi geografis di Asia Tenggara
Koordinat 8.565° S 116.351° E Gugusan Pulau-pulau Kepulauan Kecil Sunda. Luas
pulau 4,725 km². Tempat tertinggi adalah Rinjani (3,726 m). Pulau Lombok
menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ibu kota provinsi, Mataram
ada dipulau ini.
Secara demografis populasi penduduk berkisar 2,536,000
jiwa (data thn 2004) dengan kepadatan penduduk 537 jiwa/km². Penduduk pribumi
bersuku Sasak. Tetapi di pulau Lombok terdapat beberapa suku pendatang dari
berbagai daerah seperti suku Bali, Jawa, dan lainnya. Suku Sasak adalah
penduduk asli yang menduduki pulau Lombok berjumlah sebanyak 2.6 juta orang
(85% total penduduk Lombok). Mereka mempunyai hubungan dengan orang Bali dari
segi budaya dan bahasa.
Sejarah
Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua
yang pernah tumbuh dan berkembang di pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai
embrio yang kemudian melahirkan raja-raja Lombok. Posisi ini selanjutnya
menempatkan Kerajaan Seiaparang sebagai ikon penting kesejarahan pulau ini.
Terbukti penamaan pulau ini juga sering disebut sebagai bumi Selaparang atau
dalam istilah lokalnya sebagai Gumi Selaparang.
Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah
kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit
melalui exspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343, sebagai pelaksanaan Sumpah
Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah
Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak
kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok, dalam perkembangannya
meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu
Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di
tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut,
terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa
kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang.
Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka, setelah
kerajaan Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan
paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai
sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, gersik, dan Sulawesi.
Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu
Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan
kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya
dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan
raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah
di Nusantara.
Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang
menggembirakan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk
agama Islam, kecuali beberapa tempat yang masih mempertahankan adat istiadat
lama.
Geografis Lombok
Secara geografis, Pulau Lombok dan Pulau Bali memang
terpisah. Batasnya jelas. Selat Lombok, yang membentang di sepanjang pesisir
barat Pulau Lombok atau di pesisir timur Pulau Bali, menghubungkan kedua pulau
kecil di wilayah Nusa Tenggara ini. Tetapi, dari sisi sejarah dan budaya,
keduanya memiliki kedekatan khusus yang menjadikan Lombok dan Bali seperti dua
saudara sekandung. Bahkan, sampai muncul istilah, di Lombok kita bisa menemukan
Bali.
Kedekatan budaya Bali dan Lombok memang tidak dapat
dipisahkan dengan sejarah kedua pulau bertetangga ini. Diawali dengan masuknya
pengaruh paham Siwa-Buddha dari Pulau Jawa yang dibawa para migran dari
kerajaan-kerajaan Jawa sekitar abad ke-5 dan ke-6 Masehi, sampai infiltrasi
Kerajaan Hindu Majapahit yang mengenalkan ajaran Hindu-Buddha ke penjuru timur
wilayah Nusantara pada abad ke-7 M.
Sejumlah penanda masih terlihat jelas hingga saat ini. Di
sejumlah tempat di Pulau Lombok dan Bali terdapat nama-nama desa yang
mengadopsi nama tempat di Jawa. Sebut saja, Kediri, Pajang, ataupun Mataram,
yang kini menjadi nama ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pendatang asal Bali yang bermigrasi ke Lombok pada zaman
kerajaan itu memanggil penduduk Sasak dengan sebutan semeton, yang berarti
saudara. Sebaliknya, terhadap warga Bali dan etnis non-Sasak lainnya,
masyarakat Sasak memberikan panggilan hormat, batur, yang berarti sahabat.
Batur Bali berarti sahabat dari Bali, Batur Jawa bermakna sahabat dari Jawa.
Bahasa Bali-Lombok
Salah satu kedekatan budaya antara Lombok dan Bali
lainnya adalah bahasa. Sebelum ramai didatangi beragam etnis, Pulau Lombok
sudah dihuni masyarakat Sasak yang disebut sebagai penduduk asli. Ragam bahasa
antara Lombok dan Bali hampir serupa, sama-sama bersumber dari bahasa Kawi
dengan aksara Jawa Kuno.
Huruf aksara Sasak dan Bali 100 persen sama,
hanacaraka-nya berjumlah 18. Ini berbeda dengan aksara di Jawa yang lebih
banyak dua aksara. Bedanya, penulisan aksara Sasak lebih tegas dibanding aksara
Bali.
Begitu juga dalam teknik pencatatan. Tradisi menulis di
daun lontar dilakukan pujangga dan sastrawan di Bali dan Lombok. Teknik ini
dilanjutkan dengan tradisi membaca naskah sastra, pepawosan dalam budaya Sasak
dan mabebawos dalam budaya Bali.
Dalam ritual upacara masyarakat Hindu di Lombok dikenal
tradisi melantunkan tembang Turun Taun saat berlangsungnya upacara sakral
memohon turunnya hujan. Upacara ini digelar di pura setempat menjelang
datangnya musim tanam.
Meskipun dilantunkan masyarakat Hindu, ragam bahasa dan
lagunya jelas menunjukkan pengaruh Sasak, ditambah beberapa sisipan kata-kata
bernuansa Islam. Sebait lagu ini, misalnya,
- Turun Taun Leq Gedong Sari
- Mumbul Katon Suarge Mulie
- Langan Dee Sida Allah Nurunang Sari
- Sarin Merta Sarin Sedana, yang intinya kira-kira
bermakna "semoga Tuhan segera menurunkan hujan sebagai inti
kebahagiaan".
Kata sangkaq dan kembeq (kenapa), lasingan, timaq
(walau), aro (ah), kelaq moto (sayur bening), dalam bahasa Sasak, kata Mandia,
antara lain juga diadopsi sebagai percakapan sehari-hari masyarakat Bali di
Lombok.
Akulturasi kearifan
Akulturasi budaya antara penduduk lokal dan Bali serta
Jawa juga terlihat dalam busana dan tradisi masyarakat. Misalnya, ikat kepala,
yang dalam tata busana adat Sasak disebut sapuk (dipakai pria), mirip dengan
destar dalam busana Bali.
Kebiasaan nebon, suami yang membiarkan rambutnya gondrong
selama sang istri hamil, dikenal dalam tradisi Sasak dan Lombok. Rambut sang
suami baru dipotong setelah istrinya melahirkan. Selama nebon, kegiatan rumah
tangga ditangani suami. Kebiasaan ini dipertahankan dengan tujuan demi
melahirkan generasi yang bibit, bebet, dan bobotnya berkualitas, juga kesehatan
jasmani dan rohaninya lebih baik.
Dulu, kalau mau berkunjung ke rumah seorang gadis,
meskipun keduanya sama-sama keluarga Bali, sang pemuda harus bisa membacakan isi
lontar Pesasakan, yang bahasa pantunnya murni menggunakan bahasa Sasak.
Akulturasi budaya juga terlihat dalam agama wetu telu.
Kelompok penganut agama sinkretisme islam, hindu dan animisme. Penganut Wetu
Telu mayoritas berdiam di Kampung Bayan, tempat di mana agama itu dilahirkan.
Golongan besar Wetu Telu juga boleh didapati di Mataram, Pujung, Sengkol,
Rambitan, Sade, Tetebatu, Bumbung, Sembalun, Senaru, Loyok dan Pasugulan.
Sumber : http://www.lomboktourwisata.com/budaya_lombok.htm

